Pagi ini aku sendiri, biasanya ada kamu. Baiklah, semoga lancar ya di sana dan ahad depan kita bisa duduk berdampingan lagi.
Ada beberapa orang yang mengutuk kesendirian sebab menimbulkan nelangsa dan merasa tak bisa melakukan apa-apa. Aku juga sama. Tanpamu kurang, biasanya kita akan memulai bercerita dari mana saja, melompat dari satu topik ke lainnya dengan kecepatan yang mengagumkan.
Namun, kesendirian ini membuatku menyadari sesuatu. Banyak hal yang luput, yang lalai dilihat jika ada kamu. Maaf bukan menyalahkan kehadiranmu, tapi terkadang kita sering begitu, seolah di dunia hanya kita saja, abai akan sekitar.
Satu persatu wajah mulai aku amati, benar, padahal hampir satu bulan bersama tapi selain kamu semua terlupa.
Tiba saat ustadz hadir dan memulai dengan suara lantang.
“Ulangi, sekali lagi.”
“Tutup mata, tutup buku, buka hati.”
Perintah semacam itu sering membuat kita tersenyum. Hingga akhir pelajaran, kita saling bertukar hebat siapa yang lebih ingat tentang apa yang baru di sampaikan.
Aku mengamati sekitar, perintah menutup mata hanya dilakukan beberapa santri saja, apalagi menutup buku hampir semua tidak mematuhi.
Tak apa, ustadz hanya mencoba membantu kita menghapal dengan cepat. Sangat yakin bahwa sebenarnya beliau paham tak mungkin semua mampu menghapal hanya dengan satu dua kali pengulangan.
Kita berbeda, daya tangkap setiap orang tak sama. Lakukan saja tugas kita, pahami diri bahwa meski tak sama semua wajib untuk menghapal.
Dahulu Abu Ishaq Asy-Syairazi mengulang pelajaran sampai 100 kali. Sementara Hasan bin Abi Bakr An-Naisaburi menuturkan, “Saya tidak bisa hafal kecuali setelah saya mengulanginya sebanyak 50 kali.”
Semangat untuk para pencari ilmu… 😊😊
———
Di sudut kelas saat matahari bersinar garang.
Sejuta harapan dan mimpi di Kota Berseri.