Bismillah…
Kukirimkan surat ini bersama keyakinan hati bahwa kau tak akan mengulanginya lagi.
Bukan padaku, tapi pada yang nanti ingin kau sayangi.
Sebelumnya terima kasih untuk harapan itu, untuk mimpi yang pernah kita rajut bersama namun akhirnya harus berhenti.
Terima kasih pernah mempercayakan hatimu untuk kujaga.
Maafkan jika akhirnya aku yang memilih untuk tak meneruskan sulaman kita.
Hatiku terluka dan aku tak ingin membuatnya semakin legam.
Engkau baru hadir namun menuntutku, sungguh tak adil.
Permintaan maaf yang berulang tak mampu menyembuhkan apa yang pernah diucap.
Andai kau tahu, aku juga menyayangkan ini semua. Beberapa kali berharap kau yang mengalah, namun ternyata aku yang kalah.
Aku lelaki, teriakmu kala itu.
Lalu kenapa kalau lelaki? Bukankah kau harusnya mengerti?
Bahwa wanita juga punya hati
Bahwa wanita juga punya mimpi
Bahwa wanita ingin dimengerti
Bahwa wanita ingin dikasihi
Bahwa wanita ingin disayangi
Dan wanita bukan manusia yang tak punya hati
Tunduk akan perintahmu nanti itu suatu kewajiban memang namun apakah tak ada kelapangan hati untukmu melihatku senang?
Merangkai kata dengan sejuta makna?
Bukankah karena alasan itu kau datang?
Lalu kenapa kau paksa aku untuk meninggalkan?
Sungguh perjuangan sampai di titik ini tidaklah mudah
Kaupun membuat pilihan yang sulit untuk kuputuskan.
Dan inilah kita.
Berpisah sebab tak ada yang mau mengalah.
Aku masih percaya akan mimpi-mimpiku sedang kau yakin mimpiku harus sejalan denganmu.
Aku punya kehidupan sebelum engkau datang, tak bisakah kau mengerti itu?
Aku sedang memperjuangkan impian saat senyummu membuatku terpesona, tak tahukah engkau?
Dan aku sungguh berharap kedatanganmu memberikan semangat untukku berjuang, meraih mimpi menuju bintang-bintang. Ahh, kau lupa ternyata bahwa aku juga berhak untuk terbang.
Baiklah. Simpan maafmu. Aku sudah memaafkan namun untuk mengulang? Aku belum cukup berlapang dada.
Ingat saja semua ini semoga kau tidak melakukannya pada yang lain.
Banyak cara untukmu bahagia, jangan memaksa yang lain selalu sejalan dengamu. Tetaplah menjadi engkau yang kukenal. Engkau yang bersemangat dalam berbagi dan memberi arti.